Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

The Curse Of A Vampire Prince (Part 3)

‘Mom, aku merindukanmu, ‘ batin Druf.

Ia berdiri di balkon rumahnya dengan tatapan dingin. Dihirupnya udara hutan yang segar. Suasana hutan Epping yang rimbun terlihat indah di siang hari.

“Tuan, sesuai tradisi, kita akan mengadakan pesta pengukuhanmu sebagai pangeran vampir. Satu-satunya keturunan langsung raja Cezar, raja ketiga Transylvania. Penguasa hebat. Rajanya para raja. Kaisar para vampir.”

Druf sama sekali tak berekspresi menyambut berita baik itu. Apa yang bisa ia banggakan. Justru sebagai keturunan raja. Dialah keturunan yang bisa dibilang cacat. Ia terlahir dengan virus yang ikut tumbuh di tubuhnya.

“Jangan lupa paman. Bahwa aku terinfeksi sejak dalam kandungan. Kau sendiri yang mengatakannya. Darah murni vampir kau bilang.” Ucapnya.

“Justru itulah tuanku. Kau akan lebih hebat dari ayahmu. Bahkan lebih hebat dari kakek dan buyutmu.”

Druf sekali lagi sama sekali tak berekspresi. Iris matanya mendadak berubah hitam pekat.

Samuel melihat perubahan itu. Entah ada berapa warna iris yang dimiliki ponakannya itu. Ia sangat meyakini. Kekuatan pangeran AlexandruCezar atau yang biasa dipanggil Druf, sangatlah besar melebihi siapa pun.

Ia takkan lupa pesan raja Cezar. Bahwa anak itu akan menjadi penengah antara manusia dan vampir. Dan ia akan sanggup melindungi keduanya. Sehingga kedamaian akan tercipta. Oleh karena itu para raja vampir dari seluruh negeri di dunia ini. Menginginkannya menjadi kaisar. Pemimpin tertinggi para raja vampir di seluruh dunia. Apakah posisi itu tidak terlalu berlebihan dan mengada-ngada. Kadang sempat pertanyaan itu hadir di benaknya. Selama ini para vampir antar negara tidak pernah akur. Terkadang terjadi perkelahian. Terkadang juga banyak vampir menggigit manusia secara membabi buta. Sehingga populasi vampir liar sulit ditangani. Mungkin keputusan dewan penasihat untuk mengangkat seorang kaisar seperti dinasti cina jaman dulu tidaklah salah. Dengan adanya seorang kaisar semua kebijakan akan berlaku dan lebih terarah dari sebelumnya. Hanya saja Samuel tidak menampik kekawatirannya. Apakah Druf sanggup menjadi pemimpin dunia vampir.

“Pestanya akan digelar dua hari lagi. Saat itu puncak gerhana bulan. Malam yang baik untuk pengukuhanmu. Dan dua hari ini sebelum acara dimulai persiapkanlah dirimu. Jangan bertindak konyol.”

Druf hanya mengangguk paham. Sebenarnya ia tidak suka pada tahta itu. Kedudukan itu seperti rantai yang menjerat kebebasannya.

Tapi apa bedanya. Toh hidupnya juga tidak jelas. Ketimbang ia melakukan banyak hal sia-sia. Lebih baik seluruh hidupnya ia dedikasikan untuk kedamaian bangsa vampir dan manusia.

“Acara itu akan dikemas dalam bentuk ulang tahunmu Tuan. Jadi hanya manusia yang tidak tahu bahwa pesta itu sebenarnya hanya kamuflase. Agar tidak ada kecurigaan dari kerajaan Inggris dan pemerintah London.”

Sekali lagi Druf hanya mengangguk. Bukankah sudah menjadi hal yang biasa keberadaan mereka sebagai manusia terinfeksi di sembunyikan tubuh manusianya.

“Apa seluruh mahasiswa diundang?” Tanya Druf.

“Tentu saja. Karena tidak ada liburan akan sangat mencurigakan bila mereka tidak datang dan turut memeriahkan pestamu. Terutama mahasiswa di asrama.” Terang Samuel.

“Baguslah.” Druf bernafas lega. Sejenak ia mengingat wajah gadis polos yang bernama Elena. Entah mengapa nama itu selalu diingatnya.

Setiap nama itu di sebut. Hatinya selalu merasakan desiran aneh.
***

Pengumuman pesta ulang tahun Druf telah tersebar di kampus.

Semua mahasiswa diundang.

Dalam pengumuman itu tertulis pestanya bertemakan halloween. Jadi bagi mereka yang hadir harus berkostum hantu. Sedangkan bagi mahasiswa yang tinggal di asrama, karena mereka tidak diizinkan keluar, meski hanya untuk menyewa kostum. Maka khusus mereka diwajibkan memakai baju atau gaun warna hitam.

“Kyaaaaaa.” Teriak seorang mahasiswi kegirangan.” Aku akan pakai kostum apa ya, setidaknya biar Druf tertarik padaku.”

Begitu juga dengan mahasiswi lainnya. Mereka mulai sibuk menyiapkan seluruh keperluan meski acaranya masih dua hari lagi.

Risma dan Elena, keduanya terduduk lesu. Mereka berdua tinggal di asrama. Jadi hanya bisa memakai baju hitam.

“Kau sudah baikan???”Sebuah suara mengejutkan keduanya.

Betapa terkejutnya mereka, melihat cowok ganteng di hadapannya.

Tatapannya yang dingin dan auranya yang begitu kuat membuat Elena merasa tidak nyaman.

“S..Sudah.” Jawab Elena singkat.

Ditatapnya cowok itu tapi tidak jadi. Karena pandangan tajam cowok itu menyiutkan nyalinya. Apalagi dengan warna bola matanya yang berwarna biru. Elena takut ketahuan bahwa degub jantungnya bisa saja copot saat menatapnya.

Tanpa diduga, tiba-tiba saja tangannya ditarik paksa olehnya. Hingga ia berdiri menuruti kemauan Druf. Lagi pula siapa yang akan kuasa melawan kehendak sang pangeran kampus.

“Benarkah???” Tanyanya datar. Dalam satu sentakan ia menarik Elena ke arahnya. Karena gadis itu tidak siap. Tanpa sadar ia jatuh ke dada bidang Druf yang sungguh membuat Elena tak dapat menahan diri karena pesonanya.

“Lepas.” Ucap Elena. Ia merasa risih karena banyak pasang mata melihatnya dengan tatapan tak suka. Karena ucapannya tak digubris Elena mulai meronta-ronta. Dengan begitu ia pikir Druf akan melepasnya.

Namun apa yang terjadi sungguh diluar dugaannya. Druf justru menangkap kedua tangan Elena. Menatapnya dengan tajam. Hingga gadis itu mundur mengikuti langkah Druf yang kian maju. Gerakan itu berhenti, saat tembok menahan langkah keduanya.

“Lepaskan aku. Dasar cowok mesum.” Ucap Elena kasar. Maksud hati ia tidak ingin berkata kasar seperti itu. Tapi Elena tidak memiliki cara lain agar Druf menjauh darinya.

Dikatakan demikian Druf tentu saja tak terima. Selama ini tidak ada seorang pun yang berani berkata kasar padanya, apalagi mengatainya. Ia sengaja semakin menghabiskan jarak antara mereka. Hingga jarak Elena dengannya hanya bersisa beberapa inci. Druf mendekatkan wajahnya. Elena ketakutan sekaligus deg-degan tak karuan. Ia tak menyadari di sisi lain, Risma yang melihat adegan itu merasakan kebencianyang mencapai ubun-ubun. Entah sihir apa yang membuat Druf selalu mendekati gadis kampungan itu. Andai saja ia tidak bisa menahan diri. Pasti saat itu ia sudah mencakar-cakar wajah Elena. “Maaf tuanku, Dr. Samuel memanggilmu.” Ucap seseorang dibelakang.

Druf merasa terganggu tapi ia bisa apa. Ia harus merasa beruntung. Ini kali kedua panggilan pamannya menyelamatkannya agar tidak lepas kendali. Bisa saja tadi ia sudah berbuat sesuatu terhadap Elena.

Huh. Sial.

Gadis itu selalu menarik perhatiannya. Entah bagaimana dan kenapa. Ia selalu ingin dekat dengannya. Elena. Elena dan Elena.

Di ruangannya Samuel masih berdiri menghadap dinding kaca. Dari tempatnya berdiri ia bisa melihat semua kegiatan yang dilakukan mahasiswa di taman. Tak terkecuali tempat dimana Druf mengganggu Elena. Ketika menyadari Druf sudah di belakangnya ia segera berbalik.

“Sudah berapa kali Tuan aku ingatkan. Jauhi gadis yang bernama Elena.” Ucap Samuel dengan nada menahan amarah.

“Tapi kenapa?” Tanya Druf heran.

“Pokoknya dengar. Paman lakukan semua ini demi kebaikan kamu. Kamu boleh menikah dengan manusia yang kamu cintai siapa pun itu. Tapi jangan gadis yang bernama Elena.”

“Tapi kenapa Paman. Aku tak mengerti. Ada apa dengan Elena. Kupikir dia gadis baik. Lugu dan tulus. Tidak seperti perempuan kebanyakan. Aku suka dia. Setiap hari aku merasa namanya selalu terngiang di telingaku. Hatiku merasa aneh bahkan hanya dengan menyebut namanya. Aku merasa dekat dan cocok dengannya.” Kali ini Druf tidak diam. Ia mengeluarkan semua isi hatinya.

“Paman mengerti. Tapi jangan yang bernama Elena. Lebih baik kau memilih Risma. Ia gadis dari teman bisnis kita. Bahkan dulu ketika ayahnya meminjamkan kita modal usaha. Paman pernah berjanji menjodohkannya denganmu.”

Druf menatap Samuel dengan bingung. Memangnya apa hubungan nama Elena dengan dirinya. Apakah ada sesuatu yang Samuel sembunyikan darinya. Tapi, bagaimana mungkin Druf membohongi hatinya. Selama ini ia cukup merasa kesepian. Dan mengetahui hatinya mulai tertarik kepada seorang wanita bukankah itu kabar bagus. Mengapa paman harus keberatan. Dan perjodohan ? Itu alasan yang lebih tidak masuk akal lagi bagi Druf

Druf tak lagi mendebat Samuel. Ia tahu betul watak pamannya. Sekali ia memutuskan sesuatu, maka itulah keputusannya yang takkan pernah bisa diubahsiapa pun. Tapi satu hal yang harus ia tegaskan. Boleh jadi Samuel yang paling berjasa dalam hidupnya. Bisa saja ia yang mengatur segalanya. Tapi masalah cinta dan pernikahan hanya Druf yang ber-hak memutuskan dengan wanita mana dia akan menikah. Siapa gadis yang akan dipilih hatinya untuk di cintai.

“Di pelantikan nanti aku hanya ingin darah Elena saja.” Ujar Druf mengejutkan Samuel. Kemudian ia melangkah pergi dengan angkuh.

Meninggalkan Samuel yang menatapnya dengan frustasi.





Untuk kembali atau melanjutkan, klik tombol di bawah ini.



Posting Komentar untuk "The Curse Of A Vampire Prince (Part 3)"