Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

The Curse Of A Vampire Prince (Part 2)


Elena kegirangan. Sepertinya dia tidak salah meneruskan pendidikannya di kampus Blue Sky ini. Bisa dibilang selain nge-trend kampus ini memiliki sejarah prestasi yang sangat panjang. Jadi dedikasinya dalam mencetak mahasiswa unggulan tak perlu diragukan lagi.

Bahkan kampus ini menduduki peringkat nomer tiga terbaik dunia.




“Ya ampun El. Aku tak menyangka kau akan segirang ini.” Ucap Risma.

“Ini kerren tahu.” Ucapnya seraya berjalan mundur. Matanya sibuk memperhatikan bangunan kampus dan pemandangan di sekitarnya.

Hingga tanpa sadar ia menabrak seseorang dan terjatuh. Seolah sudah menjadi bagian takdirnya. Ketika terjatuh, tanpa sengaja kepalanya terbentur batu taman dan terluka.

Bumi serasa berputar dikepalanya hingga kegelapan menyelimuti.

Pernah dengar seseorang yang meninggal hanya karena terpeleset di kamar mandi ? Ya, ini salah satu kejadian sederhana yang berakibat fatal. Bedanya, kepala Elena hanya terluka. Jika sampai menyebabkan kematian. Maka kita tutup saja kisah ini.

Risma berteriak ketika meraih kepala Elena dan menemukan banyak darah di tangannya. Pemuda yang tak lain adalah Druf segera membopong tubuh Elena setengah berlari menuju ruang kesehatan kampus.



Druf POV

Aku tak menyangka gadis bodoh ini begitu ceroboh.

Darah yang keluar dari kepalanya begitu banyak. Darah ini.....

Wangi... Sama dengan wangi tubuhnya. Hidungku mendengus mendekati darah itu. Jantungku berdetak cepat. Naluri vampirku otomatis membuat lidahku menjilati darah itu.

‘Nikmat.’

Oh tidak, apa yang aku pikirkan.

Tapi darah gadis ini membuatku tidak tahan. Aromanya sangat menggodaku.

Tubuhku berasa ingin sekali melumatnya.

Apalagi, kesederhanaan yang menyembunyikan kecantikannya itu.

Justru membuatnya semakin cantik, unik, dan seksi di mataku..

Oh tidak, apa sebenarnya yang kupikirkan.

Tapi lihatlah, bibirnya yang mungil dan ranum sangat menggodaku.

Aku berasa tak tahan. Sebentar lagi, sedikit lagi bibir itu akan menjadi milikku......

“Ehem, Tuanku...., “

Suara itu sedikit menggangguku.

“Jika kau ingin gadis itu menjadi gila. Silahkan kau cium dia sepuasnya.” Kali ini suara berat dan serak milik Samuel menyadarkanku.

Sial. Rutukku dalam hati. Aku menatap Samuel dan Frans dengan tatapan datar.

“Pergilah Tuanku, biar aku yang mengobati lukanya.” Ucap Frans sembari menyiapkan beberapa peralatan medis dari rak.

Aku hanya mengangguk kecil.

Sebelum aku keluar Samuel berkata pelan, “apa kau tertarik padanya???.”

Pertanyaan itu membuat sedikit alisku naik.

“Entahlah, “ jawabku tak yakin.

Aku lupa bagaimana rasanya jatuh cinta. Jadi Samuel salah besar jika menanyakanku persoalan semacam itu saat ini. Tertarik? Pada gadis itu. Aku mengacak rambutku. Beberapa gadis yang melihatku melakukan itu memekik kegirangan.

Astaga. Melakukan hal sepele seperti ini sudah bisa membuat mereka teriak-teriak. Bagaimana Jika aku bersin nanti, jangan-jangan mereka malah melompat kegirangan.



Author POV


“Apa kau baik-baik saja???” Tanya Risma setelah melihat Elena duduk di tepi ranjang dengan kepala di perban.

“Aku baik-baik saja.” Ucapnya.

“Syukurlah El, kau tahu. Tadi aku deg-degan saat menunggumu diluar ruangan dan tanpa sengaja mengintip kedalam. Kau tahu, hampir saja jantungku copot saat melihat Druf pangeran kampus ini hampir menciummu.”

Elena terkejut mendengar penuturan sahabatnya. Tapi ia tidak yakin. Mana mungkin cowok seganteng dia akan menciumnya. Mustahil.

“Ah, kau salah lihat kali... , Mana mungkin.” Cengirnya.

Risma tertegun melihat ekspresi gadisdihadapannya.

“Ah, iya kali ya. Mana mungkin cowok se-keren itu menyukai gadis sepertimu.”

Keduanya tertawa.

Risma merasa bodoh jika berpikir Druf akan menyukai perempuan seperti Elena. Dilihat dari mana pun gadis itu hanyalah gadis kampungan yang mencoba memaksakan diri bergaul dengan gadis modern sepertinya. Beruntung ia baik hati. Jadi seperti apapun bentuk Elena ia akan menerima dirinya dengan lapang dada. Terlebih Elena memang sahabatnya sedari kecil. Ia adalah anak pembantu di keluarga Risma. Bapaknya hanya seorang penjaga kebun yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu karena terserang penyakit kanker. Sedangkan ibunya sudah berhenti bekerja sebagai asisten rumah tangga dan memilih berkebun setelah anaknya yang tua atau kakak Elena telah bekerja di kota. Elena sendiri anak yang cerdas. Karena itulah ia pantas mendapat beasiswa. Dan lagi, pertemanannya dengan Elena juga menguntungkannya. Ia bisa memperalat kecerdasan gadis itu untuk mengerjakan tugas kuliahnya nanti. Jangan berpikir Risma licik. Ia hanya gadis cerdas yang pandai memanfaatkan keadaan. Tidak ada pertemanan gratis di dunia ini. Semua harus saling menguntungkan.

Bukan begitu ?!? Batin Risma.

Frans memasuki ruangan.

“Bagaimana keadaanmu. Sudah merasa baikan.” Tanya Frans ramah.

“Ia Dok. Makasih sudah mengobati saya.” Ucap Elena.

“Apa dia sudah boleh kembali ke asrama Dok?” Tanya Risma.

“Tentu saja. Jika ada apa-apa. Kalian boleh langsung kemari. Lusa aku akan ke sana dan memeriksa jahitannya. Kalau bisa, Elena jangan kuliah dulu ya.”

“Mana mungkin saya tidak masuk kelas Dok.” Ucap Elena terkejut. Besok adalah hari pertamanya mengikuti pelajaran di kampus. Bagaimana mungkin ia harus melewatkan momen itu. Ia juga harus bertemu teman sekelasnya nanti. Di ruangan mana ia harus masuk . Pelajaran apa. Dosennya siapa. Elena belum tahu apa pun.

“Bagaimana ya? Aku hawatir nanti kamu malah terjatuh lagi.” Sahut Frans.

“Dengar tuh, makanya jangan ceroboh.” Timpal Risma. Elena mengerucutkan bibirnya.

“Saya berjanji akan hati-hati Dok. Suerrr.” Janji Elena dengan mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf v.

Frans tersenyum.

“Baiklah. Terserah kau saja. Tapi ingat, aku sudah menjahitmu dengan sangat baik. Jadi jangan kecewakan aku.” Ucap Frans.

“Siap Dok.” Tegas Elena lugu.

Dengan dibantu Risma ia turun dari ranjang klinik. Setelah pamit ia segera melangkah pulang ke asrama.



“Hampir saja kau berbuat hal ceroboh Tuanku.” Ucap Samuel.

Druf merasa risih dengan sebutan ‘tuanku’ yang semakin sering diucapkan pamannya sendiri. Padahal dua hari yang lalu dia masih memanggilnya ‘nak’.

“Entahlah Paman, karena itulah tadi aku mencarimu. Tapi malah bermasalah dengan gadis itu sebelum sempat bertemu denganmu.” Ucapnya dengan tatapan dingin.

“Sekali lagi aku mengingatkanmu Tuanku. Bahwa seluruh tubuh Tuan seperti heroin bagi manusia dan vampir berjenis perempuan. Sekali mereka merasakan nikmat yang tuan berikan. Mereka akan terus merasa kurang, ketagihan dan akan menjadi gila jika tidak dilayani.” Ucap Samuel.

Druf sedikit menyeringai, hingga tanpa sadar ia mengeluarkan taring di giginya yang mencuat melalui bibir seksinya.

“Lalu jika seperti itu, bagaimana aku akan mendapatkan seorang ratu. bila setelah bermesraan dengannya, mereka malah jadi gila.” Samuel menepuk bahu keponakannya yang polos itu.

“Darahmu. Minumkan darahmu sebelum kau menyentuhnya. Tapi jangan sampai vampir berjenis laki-laki yang mendapatkan darahmu.

Jika itu terjadi maka mereka mendapatkan kekuatanmu.”

Druf menggelengkan kepalanya. Tidak bisakah vampir seperti dirinya bagaikan kisah vampir di film layar lebar. Rasanya tidak menarik hidup di bawah tekanan peraturan. Bagi sebagian orang yang tidak tahu betul jalan hidupnya. Mereka pasti berpikir, seorang Druf hidup bak Dewa. Perfect. Tanpa cela. Andaikan saja mereka tahu sedikit saja kebenaran hidupnya. Mereka pasti akan memilih menikmati jalan hidupnya yang sekarang.

Druf memasuki kamar pribadinya setelah Samuel meninggalkannya. Ia berdiri di hadapan lukisan besar yang berada tepat di tengah ruangan. Lukisan kedua orang tua yang amat sangat ia cintai. Ayahnya sangat berwibawa dengan mahkota raja dan jubah kebesarannya. Ibunya yang tersenyum dengan anggun menggamit lengannya mesra. Gaunnya yang berwarna biru langit. Semakin menonjolkan aura kecantikannya. Memandang keduanya seperti rindu dan luka yang datang bersamaan.

Druf mendesah. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya. Di lihatnya meja kerjanya yang rapi. Pasti paman Samuel yang merapikannya. Selama ini dialah yang mengurusnya. Dia sama sekali tidak mengizinkansiapa pun mendekati Druf.

Tangannya meraba kertas besar di dinding. Ia menandai beberapa titik di sana dengan spidol warna merah. Itu tanda berbagai perusahaannya yang tersebar di berbagai negara. Usahanya dalam dunia bisnis berkembang pesat. Di usianya yang muda (muda dalam dunia vampir sekitar usia seabad. Karena vampir Druf sejak bayi. Di usianya yang remaja. Ia melewati masa yang cukup lama. Dan berhenti berkembang di usia 30 tahun ukuran waktu manusia. Druf sudah sangat sukses.

Bahkan ia tercatat sebagai salah satu miliarder termuda di dunia.

Blue Sky adalah nama perusahaannya. Ia juga menamai kampusnya demikian. Nama tersebut memiliki makna biru langit. Warna kesukaan ibunya. Sekaligus tanda turunan Cezar yang bermata biru. Selama ini Druf belum pernah menampakkan dirinya di hadapan para koleganya. Semua hal yang berhubungan dengan pekerjaan, Samuel yang mengurusnya. Druf tidak suka berbaur. Ia lebih senang menyendiri.

Merancang semuanya dari kamar ini. Sendiri.

Tok. Tok. Tok. Tok. Tok

Lima ketukan pintu menunjukkan Samuel yang berdiri di sana.

“Masuk.” Ucap Druf.

Samuel masuk. Parasnya yang masih tampak muda meski usianya hampir berabad-abad tampak jelas di ruangan itu. Ia tersenyum memandang Druf.

“Seperti biasa. Tanda tangan berkas proyek.”

Druf mengangguk. Ia mengambil berkas di tangan Samuel.

Kemudian menandatanganinya setelah duduk di kursi kerjanya.

“Kekayaan kita sudah melebihi target. Apa ada rencana lain. Oh ya, ada banyak proposal pengajuan permohonan dana dari berbagai organisasi. Dan ada juga dari panitia penanggulangan bencana alam dan yayasan sosial lain.” Terang Samuel sambil menerima berkas yang sudah selesai ditandatangani.

“Bawa semua ke sini. Aku akan mempelajarinya.” Ucap Druf. Perusahaannya selalu siap memberikan bantuan materi apa pun. Tapi ia harus selektif ke mana kucuran dana akan ia berikan. Berhubung manusia sekarang suka menipu untuk mendapatkan uang. Jadi Druf harus membaca semua berkas secara detail. Bahkan jika perlu, ia akan menggunakan kekuatannya untuk memindai masa lalu dari berkas yang di sentuhnya. Dengan begitu ia baru bisa memutuskan berkas yang mana yang akan ditandatangani.

“Tuan, banyak undangan yang datang. Apa kau.....” Ucapan Samuel terputus.

“Soal itu kau tahu sendiri jawabannya. Kau saja atau Frans dan

Brian yang datang.”

“Baiklah Tuan. Aku akan mengantar berkas proposal itu kemari.”

Druf mengangguk. Samuel segera meninggalkan ruangan. Membiarkan Druf kembali dalam kesendiriannya. Ia menatap beberapa rak buku di samping meja kerjanya. Jangan salah, itu bukan buku berat, ilmiah, atau non fiksi lain. Buku itu tak lain adalah sekumpulan novel dan komik yang menceritakan tentang kisah vampir. Druf sangat suka membacanya. Meski kadang ceritanya aneh dan nyeleneh. Ia tetap membacanya. Dari sana ia bisa merasa punya teman. Imajinasi penulisnya terkadang membuat Druf terhibur. Bahkan terkadang ia mengirim sejumlah uang kepada penulis yang disukainya sebagai ungkapan terima kasih atas karyanya. Beberapa novel di rak khusus di ujung ruangan berisi novel yang hanya dibuat khusus untuknya. Druf memesannya langsung dari penulisnya. Temanya tak jauh berbeda. Semua tentang vampir. Entah itu bertemakan percintaan, perebutan kekuasaan dan lainnya. Druf tak pernah takut mengeluarkan banyak uang untuk itu. Karena hanya itulah yang membuatnya terhibur.

Diraihnya buku tebal di ujung meja. Buku itu masih belum ia baca. Mungkin hari ini hari yang tepat untuk membacanya. Druf sangat suka dengan gaya tutur penulisnya. Kalau tidak salah. Sudah tiga buku vampir yang ia pesan khusus untuk dirinya sendiri. Penulis mana pun tak akan menolak permintaannya. Apalagi dengan bayaran yang lumayan dan jaminan jenjang karier yang menjanjikan. Ya, meski kebanyakan penulis tidak mengutamakan itu. Mereka lebih banyak mengedepankan kepuasan ketimbang finansial. Tetapi Druf tetap memberikan keduanya meski mereka menolak

Untuk kembali atau melanjutkan, klik tombol di bawah ini.

 


Posting Komentar untuk "The Curse Of A Vampire Prince (Part 2)"